1.7.11

Pengetahuan Metakognisi

Metakognisi (metacognition) merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976. Menurut Flavell, sebagaimana dikutip oleh Livingston (1997), metakognisi terdiri dari pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) dan pengalaman atau regulasi metakognitif (metacognitive experiences or regulation). Pengetahuan metakognitif menunjuk pada diperolehnya pengetahuan yang dapat dipakai untuk mengontrol proses kognitif. Pengalaman metakognitif adalah proses – proses yang dapat diterapkan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif dan mencapai tujuan-tujuan kognitif. Sedangkan menurut Suzana (2003: 28) metakognisi merupakan kemampuan individu dalam menyusun kesadaran terhadap proses berpikirnya sendiri agar apa yang dilakukannya dapat terkontrol secara optimal. Para siswa dengan pengetahuan metakognitifnya sadar akan kelebihan dan keterbatasannya dalam belajar.

Menurut Jacob (2003 : 16) metakognisi merupakan suatu aspek penalaran logis yang meliputi kemampuan siswa untuk (1) Menggunakan suatu strategi sistematik selama melaksanakan pemecahan masalah dan (2) Merefleksikan pada evaluasi dan mengevaluasi keproduktivitasan proses berpikir mereka sendiri.

Suzana (2004: B4-3) mendefinisikan pembelajaran dengan pendekatan keteampilan metakognitif sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol tentang apa yang mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa; membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan; serta membantu siswa untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar.


Flavell (Livingstoon, 1997 : 1) menyatakan bahwa ada tiga bagian utama dari variable pengetahuan metakognitif, yakni orang (person), tugas (task) dan strategi (strategy). Orang yang dimaksudkan di sini adalah pelaku dari proses berpikir itu sendiri, yaitu siswa. Kemudian tugas yang berorientasi dan berhubungan dengan pengawasan secara actual dari daya guna keterampilan atau dengan kata lain knowledge of cognition (derajat kesadaran siswa tentang proses kognitifnya) dan variable pengetahuan terakhir yaitu strategi atau dengan kata lain regulation of cognition (pengetahuan kondisional yang siswa gunakan untuk membantu proses kognitifnya dan pendekatan untuk belajar).

Menurut Hartono (Nindiasari, 2004), pengertian strategi kognitif adalah, “Penggunaan keterampilan – keterampilan intelektual secara tepat oleh seseorang dalam mengorganisasi aturan – aturan ketika menanggapi dan menyelesaikan soal”, sedangkan strategi kognitif metakognitif adalah mengontrol seluruh aktivitas belajarnya, bila perlu memodifikasi strategi yang biasa digunakan untuk mencapau tujuan. Bila diterapkan dalam belajar, anak bertanya pada dirinya sendiri untuk menguji pemahamannya tentang materi yang dipelajari.

Adapun tahap-tahap pembelajaran metakognitif, menurut Elawar (Nindiasari, 2004:18) diupayakan dalam tiga tahap. Ketiga tahap tersebut adalah :
1.      Diskusi Awal (Introductory Discussion)
Setiap kelompok dibagi Lembar Kerja Siswa (LKS). Guru membimbing siswa menanamkan kesadaran dengan bertanya pada diri sendiri saat menjawab pertanyaan guru dalam Lembar Kerja Siswa (LKS). Contoh pertanyaan :
-           Apakah saya memahami semua kata dalam soal ini ?
-           Apakan saya mempunyai semua informasi untuk menyelesaikannya ?
-           Apakah saya tahu bagaimana harus mengatur informasi ini ?
2.      Kerja Mandiri (Independent Work)
Siswa bekerja sendiri, guru berkeliling kelas memberikan pengaruh timbalbalik (feedback) secara individual. Pengaruh timbalbalik metakognitif menuntun siswa untuk memusatkan pada kesalahan yang dibuat dan memberikan petunjuk agar siswa dapat mengoreksi sendiri dari kesalahan yang dibuatnya.
3.      Penyimpulan
Penyimpulan yang dilakukan oleh siswa merupakan rekapitulasi dari apa yang telah dilakukan di kelas. Penyimpulan dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru.

Keiichi (2000) dalam penelitiannya tentang metakognisi menghasilkan beberapa temuan, yaitu :

1.      Metakognisi memainkan peranan penting dalam menyelesaikan masalah
2.      Siswa lebih terampil memecahkan masalah jika mereka memiliki pengetahuan metakognisi
3.      Dalam kerangka kerja memecahkan masalah, guru sering menekankan strategi khusus untuk memecahkan masalah dan kurang memperhatikan ciri penting aktivitas menyelesaikan masalah lainnya.

Guru mengungkapkan secara mengesankan beberapa pencapaian lebih pada tingkatan menengah di sekolah dasar di mana hal – hal tersebut penting dalam penalaran dan strategi problem posing.

Adapun manfaat metakognisi dalam pembelajaran :
1.      Membantu penyelesaian masalah secara efektif
Strategi metakognisi dapat membantu pelajar untuk menyelesaikan permasalahan melalui perancangan secara efektif (Davidson, et al.1996), melibatkan proses mengetahui masalah, memahami masalah yang perlu dicari solusinya dan memahami strategi yang efektif untuk menyelesaikannya. Proses tersebut meliputi proses memahami permasalahan secara menyeluruh, menterjemahkan pernyataan masalah kepada bagian yang lebih mudah dipaham, menetapkan tujuan dan memilih tujuan yang telah diterjemahkan, memilih prinsip dan fakta yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan memperhatikan setiap jawaban yang dikemukakan (Lee dan Fensham, 1996).

2.      Membantu menyusun konsep yang tepat
Keberadaan berbagai kerangka alternative menyebabkan siswa perlu berupaya untuk merancang, memantau dan menilai setiap konsep yang disusun agar sesuai dengan konsep yang sebenarnya. Hal ini melibatkan strategi metakognitif dalam proses pembelajaran seperti menyadari keberadaan kerangka alternative, membandingkan kerangka dan konsep saintifik dan menukar kerangka alternative kepada konsep saintifik (Gunstone, 1995).

Memecahkan setiap konsep yang dipelajari dari sesuatu yang kompleks kepada subkonsep yang dipelajari, mengetahui teori dan prinsip yang diperlukan untuk memahami setiap konsep yang dipelajari, menggunakan teori tersebut dan menilai konsep yang dipelajari untuk diaplikasikan dalam situasi yang baru merupakan strategi metakognitif yang amat diperlukan siswa untuk menyusun konsep dengan tepat (Georghiades, 2000).

No comments:

Post a Comment